A.
Pengertian
Paradigma Pembelajaran
Paradigma berasal dari kata Etimologis
dan Terminologis yang artinya sebagai berikut:
Etimologis : model teori ilmu pengetahuan atau kerangka berpikir
Terminologis : pandangan mendasar para ilmuan tentang apa yang menjadi
pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa paradigma adalah model atau kerangka berpikir beberapa
komunitas ilmuan tentang gejala-gejala dengan pendekatan fragmentarisme yang
cenderung terspesialisasi berdasarkan langkah-langkah ilmiah menurut bidangnya
masing-masing.
Macam-Macam Paradigma Ilmu Pengetahuan
1. Paradigma
Kualitatif
Proses
penelitian berdasarkan metodologi yang menyelidiki fenomena sosial untuk
menemukan teori dari lapangan secara deskriptif dengan menggunakan metode
berpikir induktif
2. Paradigma
Deduksi – Induksi
Paradigma
deduksi (penelitian dengan pendekatan kuantitatif) :
a). analisis data
b). kesimpulan
Paradigma
induksi (penelitian dengan pendekatan kualitatif) :
a)
pengumpulan data
b)
observasi
c)
hipotesis
d)
kesimpulan
3. Paradigma
Piramida
Kerangka berpikir atau model penyelidikan ilmiah yang tahapannya menyerupai
piramida, dibagi menjadi:
a. Piramida
berlapis : semakin ke atas berarti tujuan semakin tercapai, yaitu ditemukannya
teori baru
b. Piramida
ganda : piramida yang dibuat berlandaskan piramida yang sudah ada
c. Piramida
terbalik : piramida yang dibuat berdasarkan teori yang sudah ada
4. Paradigma
Siklus Empiris
Kerangka
berpikir atau model penyelidikan ilmiah berupa siklus. Tujuan : memudahkan
pembentukan pola pikir bagi ilmuan atau peneliti untuk melakukan kegiatan
ilmiah
5. Paradigma
Rekonstruksi Teori
Model
penyelidikan ilmiah yang berusaha merancang kembali teori atau metode yang
telah ada dan digunakan dalam penelitian. Agar model rekonstruksi teori dapat
diterapkan dengan baik, pemilihan dan penguasaan teori tertentu yang dianggap
relevan dengan penelitian sangat menunjang keberhasilan teorinya.
Konstruktivisme yang dahulu hanya dipahami sebagai
salah satu aliran pendidikan, kini mendasari filosofi pembelajaran berbasis
kompetensi. Dinyatakan bahwa pengetahuan baru dapat “dipindahkan” dari seorang
pengajar kepada pembelajar jika pengetahuan itu dikonstruksi sendiri oleh si
pembelajar. Dalam proses mengonstruksi ada interaksi yang sangat intens dan
diperlukan keaktivan pembelajar. Dengan demikian, pembelajaran akan berlangsung
dalam konteks “makna”, yakni pembelajaran yang mampu membuat kesan mendalam
bagi pembelajar, yang bermanfaat, dan benar-benar menghadirkan semangat untuk
lebih baik lagi.
Dalam kelas KBK, tugas dosen adalah membantu mahasiswa
mencapai tujuannya. Maksudnya, dosen lebih banyak berurusan dengan strategi
dari pada memberi informasi. Tugas dosen mengelola sebagai sebuah tim yang
bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas
(mahasiswa). Dengan menggunakan media peta konsep pengetahuan baru sangat
mungkin dikonstruksi secara bersama-sama antara dosen dengan mahasiswa.
Sedangkan berdasarkan KTSP, dosen melaksanakan pembelajaran berdasarkan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuatnya, bukan berdasarkan buku paket.
Dua hal ini menghendaki pembelajaran yang dilaksanakan diciptakan atas
kreativitas dosen. Termasuk ke dalamnya, kreativitas menciptakan media
pembelajaran.
Belajar konsep-konsep berarti berhubungan dengan
kata-kata. Pada kondisi ini berarti yang aktif adalah belahan otak sebelah
kiri. Akan tetapi, dengan hanya melibatkan otak kiri dalam belajar ibarat
mencoba lari dengan sebelah kaki dengan tangan diikat ke pergelangan kaki. Agar
tercapai hasil yang optimal dalam belajar berarti kedua belahan otak harus
digunakan secara bersama-sama. Otak belahan kanan akan bekerja ketika
memperhatikan warna, mengikuti irama lagu favorit atau menggunakan imajinasi.
Kondisi ideal belajar ini akan dapat terwujud dengan menggunakan media peta
konsep.
Paradigma baru pembelajaran tidak hanya menuntut dosen
memikirkan apa yang hendak diajarkan kepada pembelajar, tetapi lebih penting
dari itu dosen dituntut untuk memikirkan bagaimana cara mengajarkannya . Banyak
pernyataan yang dikemukakan para praktisi dan pakar pembelajaran tentang hal
ini. Eric Jensen, penulis Super Teaching dan penemu super camp, yakin
bahwa dua unsur utama yang mempengaruhi proses belajar adalah keadaan
dan strategi. Yang ketiga tentunya isi. “Keadaan” menciptakan
suasana yang tepat untuk belajar. “Strategi” menunjukkan gaya atau metode
presentasi. “Isi” adalah topiknya. Dalam setiap mata pelajaran yang baik, Anda
akan mendapatkan ketiganya (Dryden & Vos, 2004). Strategi dalam unsur
pembelajaran di atas mencakup metode penyampaian dan media yang digunakan.
Hernowo mengatakan: “ Dosen, pada masa kini, sudah tidak lagi layak jika hanya
duduk atau berdiri dan berkata-kata”. Ia menegaskan: “… kesadaran bahwa
bagaimana mengajarkan adalah sama penting dengan apa yang akan diajarkan”
(2004). Dengan demikian, adanya asumsi bahwa: … “asalkan suatu bidang ilmu telah
dikuasai secara mantap, maka kemampuan mengajarkannya akan datang dengan
sendirinya ( Suhardjono, 1994) tentu tidak lagi berlaku.
B.
Media pembelajaran
Media pembelajaran adalah alat bantu
dan sekaligus sumber belajar ( Djamarah dan Zain, 2002 ). Apabila sumber
belajar yang dipilih dan digunakan itu dipersiapkan dengan cermat maka ia dapat
memenuhi tujuan pembelajaran tertentu. Kemp ( 1994), mengemukakan salah satu
atau beberapa tujuan pembelajaran yang dapat dicapai itu, seperti:
a. Memberi dorongan kepada mahasiswa dengan menarik
perhatian dan merangsang minat mereka terhadap pelajaran.
b. Melibatkan mahasiswa secara langsung dan bermakna
dalam memperoleh pengalaman belajar.
c. Memberikan saham dalam membentuk sikap dan
mengembangkan apresiasi mahasiswa.
d. Menjelaskan dan mengilustrasikan bahan ajar
pengetahuan dan keterampilan kerja.
e. Memberikan kesempatan untuk melakukan swa-analisis
dalam kinerja dan tingkah laku perseorangan.
Sejalan
dengan itu, Admin (2000) menambahkan: 1)
memberikan pengetahuan untuk tujuan belajar, 2) merangsang diskusi, 3) mengarahkan
kegiatan mahasiswa, 4) menguatkan belajar sebagai kegunaan media dalam
pembelajaran. Seyogianya media pembelajaran yang digunakan dosen dapat mencapai
tujuan-tujuan di atas, sebagaimana yang telah diinyaratkan pula dalam PP RI
Nomor 19 tahun 2005, Standar Nasional Pendidikan pada standar proses yang
menyatakan bahwa:
“Proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa,kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Pada dasarnya untuk mengembangkan penguasaan konsep
yang baik hakikat belajar yang dialami mahasiswa hendaknya dalam konteks
“mengonstruksi”. Dalam proses membangun atau mengonstruksi pengetahuan, akan
muncul pelbagai pelibatan sang diri yang sedang belajar dengan pengetahuan yang
sedang dipelajarinya. Pembangunan yang sukses adalah jika seorang mahasiswa
mendapatkan makna ( Hernowo, 2004). Salah satu cara yang dapat mendorong
mahasiswa untuk belajar secara “bermakna” adalah dengan penggunaan peta konsep
sebagai media pembelajaran yang dapat menunjukkan konsep ilmu secara
sistematis, yaitu dibentuk mulai dari inti permasalahan sampai pada bagian
pendukung yang mempunyai hubungan satu sama lain, sehingga dapat membentuk
pengetahuan dan mempermudah pemahaman suatu topik perkuliahan ( Pandley, 1994).
C.
Peta
konsep
Sebagaimana
diungkapkan DePorter, dkk. (2000) bahwa
metode mencatat yang baik harus membantu kita mengingat perkataan dan bacaan,
meningkatkan pemahaman terhadap materi, membantu mengorganisasi materi, dan mem-berikan wawasan baru. Peta
konsep (Concept Maps)
memungkinkanterjadinya semua itu. Peta konsep dikembangkan Tony Buzan pada
tahun 1970-an merupakan teknik memetakan konsep
atau teknik mencatat informasi yang disesuaikan dengan cara otak memproses informasi yang
memfungsikan otak kanan dan otak kiri secara sinergis (bersamaan dan saling
melengkapi) sehingga informasi lebih banyak dan lebih mudah diingat ( DePorter,
dkk. 2000 dan DePorter dan Hernacki, 2002). Svantesson (2004) mengatakan teknik
ini dapat digunakan untuk membuat ringkasan buku dan ringkasan kuliah serta
ketika membutuhkan struktur.
Pencatatan
dengan peta konsep memungkinkan komponen Teori Elaborasi terlaksana secara
optimal. Untuk melaksanakan elaborasi-elaborasi, dosen menambahkan
cabang-cabang pada konsep yang hendak dielaborasi. Cara mencatat ini digunakan
dosen pada saat presentasi untuk membuat catatan di white board sekaligus sebagai teknik pengaktif strategi kognitif
mahasiswa, dan mahasiswa menggunakannya pula sebagai sistematika pelaporan
tugas meringkas materi/ bahan ajar pada tugas terstruktur, serta sebagai teknik mencatat materi presentasi di dalam kelas.
Metode mencatat peta konsep ini
sejalan dengan Teori Elaborasi. Keduanya
dijalankan secara terintegrasi dan di antaranya ada jalinan saling
mendukung.
Pemilihan
model elaboratif dan peta konsep untuk
perkuliahan perlu dipertimbangkan karena pada aplikasinya dapat terimplikasi
berbagai aspek paradigma baru pendidikan. Dengan model ini, beberapa prinsip
pembelajaran yang diperlukan sebagai
penunjang keberhasilan perkuliahan dapat
berjalan secara optimal, diantaranya 1) Peran dosen sebagai fasilitator
terlaksana secara optimal, seperti melalui penyediaan bahan ajar secara
lengkap, bantuan pembuatan laporan tugas dengan kerangka peta konsep; 2) Mahasiswa mengikuti perkuliahan dengan
kemampuan awal yang memadai, karena telah membaca bahan ajar yang diberikan
seminggu sebelum perkuliahn dilangsungkan: 3) Pengonstruksian pengetahuan
ilakukan oleh mahasiswa, 4) mahasiswa
membuat catatan dengan terlebih dahulu memahami bahan yang diringkas; 5)
pembelajaran lebih terpusat pada mahasiswa ( student center learning ), karena mahasiswa membaca dan mempelajari
sendiri materi, mengerjakan tugas, dan berperan
aktif dalam pembelajaran; 6)Penstrukturan materi kuliah yang tidak lagi
mengikuti urutan pada buku teks, akan lebih menggiring pembelajaran pada
pencapaian kompetensi yang akan dibina secara optimal.
Secara
teoritis dan banyak data emperis telah membuktikan bahwa model elaborasi dan
peta konsep dapat meningkatkan prestasi belajar, efisien dalam pemakaian waktu
dan menarik bagi pembelajar atau mahasiswa. Kendatipun demikian, model ini
tetap perlu dicobakan, misalnya melalui penelitian tindakan kelas. Tindakan ini
akan dapat mengukuhkan model ini sebagai model yang sesuai untuk pembelajaran
teori, bahkan untuk mata kuliah yang bertipe sama selain dapat melakukan
tindakan penyempurnaan berdasarkan temuan-temuan di lapangan.
Petakonsep berbentuk suatu gambar
keseluruhan dari suatu topik. Gagasan utama diletakkan di tengah-tengah halaman
dan sering dilengkapi dengan lingkaran, persegi, atau bentuk lain.Dari gagasan
utama, ditambahkan cabang-cabang untuk setiap point atau gagasan utama. Jumlahnya bervariasi tergantung dari
jumlah gagasan atau segmen. Tiap-tiap cabang dikembangkan untuk detail dengan
menuliskan kata kunci atau frase dan dapat pula berupa singkatan.Sedangkan
simbol-simbol dan ilustrasi-ilustrasi dapat ditambahkan untuk menambatkan
ingatan yang lebih baik. Ditambahkan pula bahwa peta konsep terbaik adalah peta
konsep yang warna-warni dan menggunakan banyak gambar dan simbol; biasanya
tampak seperti karya seni ( DePorter,
dkk. 2000, DePorter dan Hernacki, 2002, Svantersson, 2004). Berikut ini adalah contoh peta konsep dengan
topik Peta Pikiran.
D. Pemakaian
Peta Konsep dalam Pembelajaran
Penggunaan peta konsep sebagai media pendidikan
pertama kali adalah dalam pengajaran sistematika dalam pelajaran Biologi di
tahun 1977 ( Novak, 1977). Sejak itu, media peta konsep berkembang dan telah
dipergunakan dalam pembelajaran sain ( Pandley, dkk.,1994). Adapun mengenai
efektivitas peta konsep untuk mewujudkan pembelajaran yang berhasil di berbagai
tingkat pendidikan di Indonesia sudah banyak dilaporkan. Dilaporkan oleh Aleks
Mayumis bahwa penggunaan strategi peta konsep bagi siswa SLTP pada mata
pelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar ( September, 2003 ).
Pengajaran dengan menggunakan media peta konsep efektif digunakan dalam
mencapai ketuntasan hasil belajar matematika di sekolah menengah.
Penggunaan peta
konsep dalam mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Matematika sebagaimana
dilaporkan dapat meningkatkan proses dan hasil belajar mahasiswa. Peningkatan
proses terutama terjadi dari: a) penilaain yang lebih positif dari mahasiswa
terhadap pembelajaran, b) terjadi perubahan kebiasaan menyalin, kemampuan
bertanya, dan kegiatan diskusi. Peningkatan hasil belajar mahasiswa terutama
pada: a) peningkatan nilai rata-rata, b) hasil belajar lebih homogen (
Mayumis,Juni 2003).
Media pembelajaran peta konsep telah dinyatakan cocok
untuk berbagai bidang pengajaran ( DePoter,dkk.,2000). Ia pun cocok untuk
materi berupa konsep, prosedur, dan prinsip. Ketiga jenis materi ini senantiasa
mendukung pencapaian kompetensi sastra dalam pembelajaran. Misalnya, mahasiswa
membutuhkan pemahaman terhadap konsep alur sebelum melakukan kegiatan apresiasi
sastra menafsir alur sebuah cerita. Prosedur atau langkah-langkah persiapan
membacakan puisi tentu sudah harus dikuasai mahasiswa sebelum mahasiswa
melakukan apresiasi membacakan puisi. Demikian juga dengan prinsip pendekatan
mimetik , sudah semestinya diketahui mahasiswa sebelum menghubungkan
nilai-nilai budaya yang ada di dalam karya sastra dengan nilai-nilai budaya
yang ada dalam realitas hidup sehari-hari. Materi pembelajaran sastra tersebut
hampi semuanya abstrak. Oleh sebab itu, sangatlah dibutuhkan media untuk
pencapaian pemahamannya.
Pada dasarnya untuk mengembangkan penguasaan konsep
yang baik hakikat belajar yang dialami mahasiswa hendaknya dalam konteks
“mengonstruksi”. Dalam proses membangun atau mengonstruksi pengetahuan, akan
muncul pelbagai pelibatan sang diri yang sedang belajar dengan pengetahuan yang
sedang dipelajarinya. Pembangunan yang sukses adalah jika seorang mahasiswa
mendapatkan makna ( Hernowo, 2004). Salah satu cara yang dapat mendorong
mahasiswa untuk belajar secara “bermakna” adalah dengan penggunaan peta konsep
sebagai media pembelajaran yang dapat menunjukkan konsep ilmu secara
sistematis, yaitu dibentuk mulai dari inti permasalahan sampai pada bagian
pendukung yang mempunyai hubungan satu sama lain, sehingga dapat membentuk
pengetahuan dan mempermudah pemahaman suatu topik pelajaran ( Pandley, 1994).
E. Teknik
Membuat Peta Konsep
Langkah yang dilakukan dalam membuat media peta konsep
adalah dengan memikirkan apa yang menjadi ‘pusat’ topik yang akan diajarkan,
yaitu sesuatu yang dianggap sebagai konsep inti, kemudian menuliskan kata atau
istilah, kelompok kata , singkatan, atau rumus yang memiliki arti, yaitu yang
mempunyai hubungan dengan konsep inti , sehingga akhirnya membentuk satu peta
hubungan integral dan saling terkait antara konsep atas – bawah –samping (
Nakhleh, 1994). Sedangkan simbol-simbol dan ilustrasi-ilustrasi dapat
ditambahkan untuk mendapatkan ingatan yang lebih baik. Ditambahkan pula bahwa
peta konsep terbaik adalah peta konsep yang warna-warni; menggunakan banyak
gambar dan symbol; biasanya tampak seperti karya seni ( DePoter, dkk. 2000,
DePoter dan Hernacki 2002, Svantersson, 2004)). Sebagaimana dilaporkan buletin
Kontak bahwa pemakaian warna dalam belajar dapat meningkatkan daya ingat dan
pemahaman sebesar 47% ( Buletin Kontak, t.t.).peta
konsep dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Penyajian
kerangka mata kuliah. Kerangka mata kuliah
disampaikan pada perkuliahan intensif pertama saat melakukan kontrak
perkuliahan. Penyampaiannya dalam bentuk
peta konsep. Seperti peta konsep berikut:
ATOM
|
Konsep-konsep
dasar atom
|
Ingin mengetahui keberadaan
atom
|
Sistem atom
|
3
|
Unsur-Unsur Pembangun atom
|
Sifat
atom
|
Hakikat
atom
|
4
|
1
|
2
|
5
|
Bagian atom
|
Kritik
atom
|
8
|
7
|
6
|
Pada
pertemuan ini, dilakukan pembekalan strategi kognitif mahasiswa berupa
keterampilan pembuatan catatan dengan peta konsep. Konsep peta konsep dielaborasi
sedemikian rupa secara persuasif dengan elaborasi kontekstual dan elaborasi analogi. Materi untuk pertemuan
kedua diberikan secara lengkap kepada mahasiswa. Mahasiswa ditugaskan membaca
dan mempelajarinya secara mandiri, kemudian meringkasnya dalam bentuk peta
konsep secara berkelompok. Mahasiswa diberi tahu bahwa walaupun peta konsep
dilaporkan secara berkelompok tetapi setiap mahasiswa harus memiliki peta
konsep setiap topik materi kuliah. Pada
tahap awal, tugas meringkas materi
kuliah dalam bentuk peta konsep diberikan secara terbimbing, yakni topik dan
cabang-cabang peta konsep sepenuhnya diberikan dosen, mahasiswa ditugaskan
melengkapi ranting-rantingnya saja dan dilakukan secara berkelompok. Kerangka
peta konsep sebagai bantuan yang diberikan berbentuk seperti ini:
Konsep-konsep dasar atom
|
Pengertian
atom
|
Manfaat
atom
|
Hakikat
Sastra
|
3
|
Kaidah atom
|
Ciri-ciri atom
|
2
|
4
|
5
|
Wilayah atom
|
1
|
7
|
6
|
Bidang
Studi kimia
|
Secara bertahap bantuan ini dikurangi.
Pembuatan ringkasan materi secara mandiri dilakukan mahasiswa apabila
keterampilan ini telah dikuasai. Agar hasil pembelajaran lebih optimal,
sebaiknya peta konsep diiringi dengan pembuatan daftar istilah beserta pengertiannya.
2)
Elaborasi tahap pertama. Elaborasi
tahap pertama adalah elaborasi bagian satu atau cabang pertama dari topik Teori
Sastra, yakni konsep-konsep dasar atom. Berdasarkan tugas yang
telah disampaikan kepada mahasiswa pada pertemuan pertama, pada pertemuan kedua setiap mahasiswa telah
memiliki ringkasan dalam bentuk peta
konsep. Pengonstruksian konsep-konsep
dasar sastra dan studi sastra
dilaksanakan secara kolaboratif antara mahasiswa dengan dosen serta
kolaborasi antarmahasiswa. Penulisan peta konsep di white board pada awal semester dilakukan dosen. Bila
keterampilan mahasiswa sudah memungkinkan,
mahasiswalah yang menuliskannya. Elaborasi tiap-tiap cabang dari topik “konsep-konsep dasaratom” dilakukan
secara optimal dengan ragam elaborasi yang relevan. Elaborasi diakhiri
dengan rangkuman dan pensintesis
internal. Apabila semua cabang pada topik yang dibahas selesai dielaborasi,
dosen memberikan materi untuk perkuliahan berikutnya dengan tugas yang sama.
3)
Pertemuan ketiga, setelah elaborasi tahap pertama, dilakukan peninjauan
terhadap peta konsep materi pembelajaran elaborasi tahap pertama Setelah ini, dilakukan elaborasi cabang
berikutnya (elaborasi tahap kedua)
sampai elaborasi dirasa mencukupi. Perkuliahan ini diakhiri dengan rangkuman dan pensintesis eksternal.
4)
Pertemuan keempat dimulai dengan peninjauan semua materi yang telah dipelajarisambil
memberikan Feed back. Pembelajaran
dilanjutkan denganelaborasi sampai pada tingkat yang mencukupi sesuai dengan
kompetensi yang akan dibina. Tetap menggunakan peta konsep, baik oleh dosen
maupun mahasiswa. Sepanjang pembelajaran dosen senantiasa mengaktifkan strategi
kognitif mahasiswa, dengan peninjauan peta konsep yang dibuat mahasiswa serta
pembekalan strategi kognitif lain yang dibutuhkan mahasiswa.
5) Perkuliahan seperti tahap keempat di atas
berlangsung sampai pertemuan semingg sebelum Ujian Tengah Semester (UTS)
dilaksanakan.
6)
Seminggu sebelum UTS, mahasiswa
menciptakan peta konsep yang mencakup seluruh materi yang telah dipelajari.
Mahasiswa membuatnya secara berulang-ulang sampai hafal. tidak melihat lagi
peta konsep yang asli.
F. Mengajarkan
Teknik Mencatat Peta Konsep
Membuat catatan, merupakan keterampilan belajar untuk
belajar. Agar berhasil belajar, setiap mahasiswa harus memilikinya. Ia
tergolong sebagai kategori kapabilitas belajar tingkat ketiga, yakni strategi
kognitif, pada taksonomi yang dibuat Gagne, yaitu: 1) informasi verbal, 2)
keterampilan intelektul, 3) strategi kognitif, 4) sikap, dan 5) keterampilan
motorik ( dalam Degeng, 1989 ). Teknik mencatat peta konsep dalam pembelajaran
tentu merupakan hal baru bagi mahasiswa. Oleh karena itu, kewajiban dosenlah
untuk mengajarkan membuat dan menggunakannya kepada mahasiswa.
Strategi kognitif diajarkan dosen kepada mahasiswa
secara terintegrasi dengan penyajian pelajaran, tidak perlu diajarkan secara
terpisah ( Pannen, 1997 ). Pada tahap awal, dosen mengajarkannya dengan teknik
pemodelan, yakni menggunakannya pada saat penyajian materi. Mahasiswa dapat
mengikutinya dengan jalan mencontoh. Secara bertahap mahasiswa diajarkan,
misalnya: dimulai dengan melengkapi cabang atau ranting peta konsep suatu
materi yang dipelajarinya. Secara bertahap bantuan dikurangi, sehingga akhirnya
mahasiswa dapat membuat peta konsep sebagai ringkasan materi kuliah yang
diperoleh di dalam kelas dan bentuk pelaporan tugas mengakses dan melaporkan
materi kuliah.
Suatu keterampilan dapat dikuasai mahasiswa apabila
mahasiswa memiliki pengetahuan tentang keterampilan itu. Mengajarkan peta
konsep kepada mahasiswa berkaitan pula dengan perubahan sikap. Dalam hal ini,
mahasiswa merespon positif teknik mencatat dengan peta konsep. Sikap ini dapat
ditumbuhkan dosen dengan jalan menyampaikan keunggulan teknik mencatat peta
konsep. Informasi dari Buzan ini ( 2007:17) dapat digunakan.
Apabila anda telah mengetahui tentang peta konsep,
maka anda mulai melihat bagaimana Peta
Konsep ( Concept Maps ) bisa membuat hidup anda lebih mudah dan tambah menyenangkan. Ada formula
rahasia paling ampuh untuk:
1.
Mengingat-ingat
Membuat catatan dengan lebih mudah
2.
Memunculkan
ide Menghemat waktu
3.
Berkonsentrasi
Memanfatkan waktu sebaik mungkin
4.
Menghadapi
ujian dengan mudah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar